PENDAHULUAN
Sampai saat ini, petani umumnya
hanya melakukan aktivitas rutin untuk memproduksi komoditi yang latah. Petani
mau mengubah pola pikir bertani jika sudah ada bukti. Perubahan ini tidak seperti
membalikkan telapak tangan.
PEMBAHASAN
Agus Wiryana, salah seorang
praktisi sekaligus pengamat pertanian, Rabu (7/3) kemarin menerangkan, sampai
saat ini petani sangat sulit mengubah pola pikir demi kemajuan. Karakter petani
kuat. Mereka sulit diajak mengubah pola tanam, komoditi yang dibudidayakan dan
sebagainya.
Seseorang datang ingin mengajak
petani mengembangkan komoditi tertentu yang memiliki pasar jelas. Namun petani
tidak mudah menerimanya. “Perlu waktu dan teknik pendekatan. Kalau sudah ada
bukti, semua petani sekitarnya akan mudah bergabung,” katanya.
Beberapa bulan lalu, pihaknya ingin
bekerja sama dengan pembudi daya ikan nila. Pengumpulan data saja tidak mudah,
semua petani ikan nila tertutup sehingga diperlukan pendekatan khusus.
Ternyata, pembudi daya ikan nila kekurangan benih. Selama ini benih yang didapat
baru 25 persen dari kebutuhan. “Maka itu, kami sekarang ini melakukan kerja
sama penyediaan benih. Masalah pemasaran hasil ikan nila masih teratasi,''
katanya.
Widhiarta pengamat pertanian
lainnya menyatakan, untuk melibatkan petani harus ada bukti. Pembuktian inilah
menjadi kendala karena perlu waktu dan hasilnya harus kontinyu. Selama ini,
petani yang memproduksi padi diajak membudidayakan pepaya, cabai dan lain
sebagainya sangat sulit. Mereka perlu bukti. Hasil budi daya yang baru tersebut
pasarnya prospektif.
Kepala Dinas Peternakan dan
Perikanan Kota Denpasar, Ir. AA Gde Bayu Brahmastha, MMA. mengatakan, mengubah
pola pikir petani/peternak/nelayan memang sulit. Akan tetapi, cara pendekatan
akan memudahkan pembinaan.
Selama ini melakukan pembinaan
dengan mengajak petani umumnya melihat sentra atau demplot yang sudah ada.
Pembelajaran langsung tersebut akan memudahkan untuk memberikan pembelajaran
baru secara nyata.
Padahal, kali pertama menghimpun
dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15 juta dari iuran. Sumekto
Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh dan menjadi pemrakarsa
pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala desa di Kecamatan Kejajar
untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan petani. Dia menuturkan gagasan
mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya, pegawai negeri sipil di
Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar dan tak kenal batas.
’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.
Saya sangat bersyukur,’’katanya.
Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis petani di Wonosobo salah satu solusi
tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng didominasi para petani sehingga tak
sepantasnya petani hanya menjadi objek perbankan dan tak bisa menjadi
penggerak. Usai membentuk koperasi, dia mengumpulkan para pemangku kebijakan.
Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, pembukuan keuangan, dan strategi
penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri merupakan langkah awal untuk
mewujudkan koperasi berbasis petani itu. ’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus
progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar dia.
Optimistis Waktu itu, Sumekto
optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang mampu mengelola
koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi, juragan kentang,
dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian. Model transaksi di
koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya, petani yang meminjam
uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di bank. Untuk
menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal bervariasi antara Rp
1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang yang mapan
diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak kalah menarik
adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena bermodal
kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika ada yang
menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup efektif
karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul langkah
itu sangat menantang.
Namun dia yakin para petani harus
diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak selamanya pemerintah
menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat lain dari koperasi
berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan pegelolaan manajemen
usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok koperasi beranggota lebih
dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar itu. Kali Pertama Tak hanya
soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan akses bagi petani yang butuh
pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011, koperasi itu menggandeng Bank Bukopin
untuk perluasan akses pasar.
Salah satu bank nasional itu
menjual hasil panen petani dengan harga terjaga. Tafrihan, pengurus koperasi,
mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani baru kali pertama di
Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di Wonosobo mayoritas
pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek koperasi yang digagas
Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa dalam bentuk berbeda
dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah mendapat pelatihan,
para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua daerah dengan
manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani juga mendapatkan
akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung koperasi itu cukup mewah
dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19 September 2003 itu dibuatkan
akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman gedung koperasi di Jalan
Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai nasabah. Mereka mayoritas
orangorang desa.
Siang hari petani yang baru pulang
dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana atau menabung. Saat
berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa Bomerto, di bawah kaki
Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap rokok dan minum teh
hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk kelancaran koperasi
agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu mengendalikan harga
hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah. Karena itulah dia
sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini dia didaulat jadi
pembina.
PENUTUP
Mengajak petani berbisnis memang
tidak mudah, diperlukan modal dan pendekatan agar petani mau mencoba dalam
berbisnis. Juga diperlukan wawasan untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada
para petani. Agar semua itu dapat terwujud, sebaiknya kita melakukan persiapan
yang cukup dalam menghadapi resiko yang akan datang sewaktu-waktu.
Referensi